Refina Maharani Salim| Baskom Online| 10 April 2025
Nilai tukar rupiah ke dollar Amerika Serikat (AS) kembali terpuruk setelah libur Lebaran 2025. Udpate terkini, kurs rupiah per 1 dollar AS adalah Rp 16.830, seperti dikutip dari Bloomberg. Sebelumnya, kurs rupiah melemah hingga menyentuh Rp 17.171 per Senin (7/4/2025) menurut kontrak rupiah NonDeliverable Forward (NDF) yang diperdagangkan di bursa offshore. Rupiah NDF-1M dibuka melemah 0,1 persen dan selanjutnya semakin melemah menyentuh level Rp 17.171 per 1 dollar AS atau tergerus hingga 148 poin dari posisi sebelumnya pada pukul 08.14 WIB. Gejolak rupiah offshore ini terjadi bersamaan dengan mata uang di kawasan Benua Kuning yang tergerus melemah oleh dollar AS. Kondisi tersebut terjadi di tengah turbulensi pasar akibat kekhawatiran potensi resesi menyusul perang dagang yang kian memanas.
Sebagai gambaran, untuk pasar saat ini adalah ringgit menjadi yang paling lemah dengan penurunan nilai 0,7 persen, disusul peso 0,63 persen, won 0,47 persen, dollar Taiwan 0,28 persen, yuan offshore 0,21 persen dan dollar Singapura 0,07 persen. Untuk saat ini, penurunan level rupiah menurut NDG ini menjadi yang terburuk yang pernah diperdagangkan di pasar forward offshore. Penurunnnya bahkan melampaui rekor terendah sebelumnya pada saat pandemi Covid-19. Dibanding dengan pada masa krisi moneter 1998, nilai tukar rupiah hari ini juga lebih rendah. Di masa 1998 itu 1 dollar AS setara dengan Rp 16.650. Menurut Analis Doo Financial Futures Lukman Leong, rupiah masih bakal tertekan pada hari ini. Meski demikian, dia mengatakan rupiah bukan hanya satu-satunya mata uang yang melemah sendiri.
Pada Selasa (8/4/2025), IHSG ditutup dalam kondisi melemah 7,9 persen, lebih rendah saat perdagangan kembali dibuka untuk pertama kalinya sejak (27/3/2025). Dalam artikelnya berjudul "Mengapa merosotnya nilai tukar rupiah menjadi alarm bagi perekonomian Indonesia yang bernilai 1,4 triliun dollar AS", Al Jazeera menyoroti rupiah berada di rekor terendah. Selama hampir tiga dekade terakhir, rupiah telah melewati berbagai fase naik turun, termasuk saat krisis ekonomi Asia 1998 hingga pandemi Covid-19. Namun, ketika nilai tukarnya kembali menyentuh atau bahkan melewati batas psikologis yang pernah tercatat pada masa kejatuhan Soeharto, kekhawatiran publik pun meningkat.
Sc: Kompas.com
0 comments:
Post a Comment