Risma Dewi Utami| Baskom Online| 10 Maret 2025
Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menjadi sorotan publik setelah mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Prof. Edy Meiyanto, seorang Guru Besar Fakultas Farmasi, akibat dugaan kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswinya.
Keputusan ini menegaskan komitmen UGM dalam menciptakan lingkungan akademik yang aman dan bebas dari tindakan tidak terpuji. Dikenal sebagai akademisi farmasi nasional yang berprestasi, Prof. Edy Meiyanto memiliki rekam jejak jejak penelitian yang diakui di tingkat nasional maupun internasional. Dia memberikan kontribusi besar pada pengembangan ilmu farmasi di Indonesia sebagai lulusan dokter Jepang. Namun, dugaan keterlibatannya dalam kasus kekerasan seksual telah mencoreng reputasinya serta institusi tempatnya mengabdi. Kasus ini muncul setelah sejumlah siswa melaporkan tindakan tidak pantas yang diduga dilakukan oleh Prof. Edy dalam beberapa kesempatan, termasuk selama bimbingan akademik dan kegiatan di luar kampus. UGM segera memulai investigasi menyeluruh atas laporan tersebut melalui Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kejadian terjadi di luar kampus, seperti diskusi lomba atau bimbingan skripsi.
Sebagai respons atas temuan tersebut, UGM mengambil langkah tegas dengan memberhentikan Prof. Edy dari seluruh aktivitas tridharma perguruan tinggi sejak pertengahan 2024. la juga diberhentikan dari jabatannya di laboratorium dan pusat riset. Keputusan ini diambil berdasarkan Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023, yang mengatur sanksi bagi pelanggaran kode etik dan disiplin di lingkungan kampus. Kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswa bukan yang pertama di UGM. Sebelumnya, UGM juga memberhentikan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Dr. Eric Hiariej, karena terjerat kasus seksual terhadap mahasiswa. Mahkamah Agung bahkan memperkuat keputusan pemecatan tersebut. UGM telah membentuk Satgas PPKS untuk mencegah kekerasan seksual. Satgas ini akan memberikan pelatihan dan workshop tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi pelajar dan pelajar. Ini adalah bagian dari komitmen UGM untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama dalam mencapai pendidikan berkualitas tinggi dan kesetaraan gender. Berbagai pihak, termasuk Komnas Perempuan, mengapresiasi langkah tegas yang diambil UGM. Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan, menyatakan bahwa penegakan hukum terkait kekerasan seksual di lingkungan kampus adalah langkah positif menuju kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Kasus ini menjadi pengingat bagi institusi pendidikan lainnya untuk tetap jujur dan memastikan lingkungan akademik tetap ramah bagi seluruh sivitas akademika. Tindakan tegas seperti ini diharapkan akan mencegah kasus serupa di masa mendatang dan menjadikan kampus menjadi tempat yang aman bagi semua orang.
Sc: Metro Sulteng
0 comments:
Post a Comment