PENTINGNYA PENGAWASAN ORANGTUA DALAM AKTIVITAS PENGGUNAAN GADGET PADA ANAK
Oleh : Brigitha Virly
Tidak dapat dipungkiri bahwasannya kita telah memasuki era serba praktis, dimana kecanggihan teknologi telah memanjakan umat manusia. Kecanggihan teknologi bahkan telah menyebar di setiap aspek kehidupan. Kita dipermudah dalam melakukan segala hal, bahkan berbelanja pun bisa berbasis online. Ponsel genggam merupakan salah satu perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang dapat dikategorikan sebagai kebutuhan primer. Hampir di setiap kalangan kita menjumpai pemilik benda pipih berbentuk persegi panjang ini, mulai dari anak kecil di bawah umur sekali pun, hingga lansia.
Kecanggihan teknologi ini tentunya akan menimbulkan dampak yang besar di keseharian, baik dampak positif maupun dampak negatif. Namun, dampak negatif lebih banyak bermunculan dari hal positif itu sendiri. Salah satunya adalah terpengaruhnya kesehatan mental. Tidak jarang orang-orang mulai melalaikan kebiasaan kecil yang menimbulkan dampak besar pada kesehatan mentalnya. Biasanya kasus seperti ini sering dijumpai pada anak kecil, namun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada orang dewasa.
Perundungan di dunia maya atau lebih akrab dikenal dengan sebutan cyberbullying merupakan salah satu hal yang menjadi tantangan kita dalam mencegah penyakit mental. Tidak jarang juga pelaku atau korban cyberbullying berasal dari kalangan anak di bawah umur. Orang yang melakukan pembulian biasanya merasa lebih berkuasa dari si korban sehingga kondisi psikis korban menciut. Tidak sedikit juga kasus bunuh diri berasal dari korban pembulian. Dengan begitu derasnya arus penyebaran konten mengharuskan kita untuk bijak menggunakan media sosial.
Sekarang ini TikTok menjadi aplikasi popular yang dapat diakses dari berbagai kalangan, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa sekalipun. Arus informasi yang tersebar begitu mudahnya, terkadang membuat anak menonton konten yang tidak sesuai dengan umur sehingga dapat memengaruhi pola pikir, sifat, tingkah laku, bahkan kesehatan mentalnya. Dimisalkan konten yang melewati FYP (For Your Page) akun TikTok si anak adalah opini yang menggiring kebencian pada seseorang. Dengan pola pikir yang masih belum stabil, kemungkinan terpengaruh akan sangat besar sehingga si anak menaruh ujaran kebencian pada orang tersebut melalui kolom komentar. Hal ini tentu akan memengaruhi kondisi mental orang yang dihujat.
Konten-konten yang disajikan di sosial media terkadang tidak hanya mengancam kesehatan psikis, namun juga dapat memengaruhi hubungan sosialnya dengan orang lain. Terdapat banyak sekali jenis konten seperti, ‘jauhi temen kalian jika dia...’, ‘kalau dia ... berarti dia nggak
baik buat kamu’ yang terposting. Menyebarnya jenis konten seperti ini tentu dapat mengubah presepsi si anak terhadap temannya dan memilih menjauhi karena termakan omongan konten sosial media. Padahal faktanya belum tentu sang teman melakukan hal yang buruk terhadapnya. Perilaku ini dapat memicu stress sang teman lantaran di kepalanya terisi banyak pertanyaan kenapa tiba-tiba ia dijauhi.
Selain itu, kecanduan pornografi pada anak di usia dini juga merupakan kasus yang tidak jarang dijumpa. Baru-baru ini, media meliput kasus perjualbelian konten asusila sesama jenis melalui aplikasi Facebook yang melibatkan anak di bawah umur. Tentu saja ini merupakan hal miris dikarenakan dampak negatif yang timbul tidaklah sedikit. Kecanduan film porno akan membuat anak mengalami gangguan perkembangan otak, penurunan dalam berimajinasi, dan sulit membedakan hal baik dan buruk. Anak yang telah kecanduan cenderung keterusan menikmati hal yang berbau porno sehinggal dapat memicu gangguan emosi, entah berupa kecemasan yang berlebihan (anxiety) dikarenakan ‘takut’ kegiatannya diketahui oleh orangtua atau mudah marah dan tersinggung karena kegiatannya dalam berbagai hal berbau pornografi terganggu.
Hal kecil lainnya yang sering dilalaikan adalah kurangnya jam tidur yang berdampak besar pada aktivitas lainnya. Cahaya yang dipancarkan layar gadget dapat mengganggu ritme alamiah tubuh yang berulang setiap 24 jam (ritme sirkadian). Hal tersebut akan menyebabkan kualitas tidur mengalami penurunan. Kasus yang seringkali dijumpai di keseharian adalah anak-anak yang dibiarkan bermain game hingga lupa waktu, kemudian mengalami kemunduran jam tidur. Dampaknya ada pada efektivitas kegiatan belajar mengajar yang mana pemfokusan dalam berproses menurun. Selain itu, daya ingat akan memburuk dan orang yang kekurangan jam tidur cenderung memiliki suasana hati tidak baik. Banyak sekali dijumpai anak yang ketiduran di kelas, tentu alasan yang kuat untuk memperkuat pernyataan ini adalah kekurangan waktu tidur.
Mengingat kita menginjak era digital yang mana segala hal disajikan serba praktis, tentu penggunaan gadget yang efisien akan meningkatkan proses belajar. Meskipun pengaruh negatif yang dikeluarkan cukup besar, bukan berarti kita harus menjauhi kecanggihan teknologi. Melarang penggunaan gadget pada anak merupakan suatu hal yang tidak solutif lantaran dewasa ini peran gadget di dunia pendidikan terbilang signifikan. Hanya dengan mengetik di papan pencarian, kita dengan lancar dan cakap mencari ilmu pengetahuan. Itulah mengapa pentingnya edukasi penggunaan gadget sangat diperlukan. Sebisa mungkin gunakan aplikasi yang menujang proses belajar dan hindari aplikasi-aplikasi yang tidak penting.
Kewaspadaan orangtua dalam menyikapi adalah poin yang paling mumpuni. Anak cenderung mencari cela untuk melancarkan aksinya. Untuk mendukung pengawasan terhadap anak, kita dapat mengaktifkan pembatas akses aplikasi tertentu pada gadget anak. Tidak hanya itu,
beberapa platform mendukung pengawasan orangtua dengan memfasilitasi aplikasi hiburan khusus anak, seperti TikTok for kids dan YouTube for kids. Adanya aplikasi hiburan khusus anak seperti ini, konten-konten yang disalurkan telah disaring dan aman ditonton untuk anak. Jelas, hal seperti ini sangat membantu peran orangtua dalam pengawasan dan pencegahan kelalaian.
Perbanyak aktivitas sosial juga merupakan pencegahan penyakit mental di era serba digital ini. Melalui aktivitas seperti ini kita sejenak melepas gadget dan menikmati kegiatan kebersamaan dengan berkomunikasi. Kegiatan ini bisa diterapkan di lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat. Tidak hanya tentang sharing dan berkomunikasi, di lingkungan sekolah aktivitas sosial dapat diterapkan dengan cara bermain, bercanda bahkan belajar bersama teman sebaya.
Selain aktivitas sosial, alternatif lainnya adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan tidak hanya berupa olahraga, bisa juga dengan bermain musik. Waktu kosong tanpa gadget dapat diisi dengan kegiatan mengasah potensi skill, minat dan bakat, serta hobi. Tidak hanya itu, kita dapat melakukan aktivitas fisik ringan di rumah. Seperti mengepel, menyapu, berkebun, dan sebagainya.
Jika si anak telah mengalami kecanduan gadget dengan kategori parah, konsultasi ke psikolog merupakan langkah yang bijak untuk menangani kasus seperti ini. Peran psikolog tidak hanya untuk menangani, tetapi juga menjadi salah satu solusi untuk mencegah hal buruk terjadi. Namun kembali lagi, solusi yang paling tepat yaitu peran orangtua dalam pengawasan. Orangtua memegang kendali penuh atas aktivitas anak sehingga yang lebih paham yang terbaik untuk anak adalah orangtuanya sendiri. Konsultasi ke psikolog lebih disarankan untuk kasus yang terbilang akut.
0 comments:
Post a Comment