BE -FINE : Inovasi Berbasis Digital di Era Screen Culture Guna Menjaga
Kesehatan Mental di Kalangan Generasi Z
oleh : Karina Salsa Sabila
Kesehatan mental seseorang memiliki urgensi yang sama dengan kesehatan
fisik. Kesehatan mental adalah sesuatu yang tersirat dan berhubungan langsung dengan
kejiwaan seseorang. Oleh karena itu, banyak individu yang telihat sehat secara fisik
tetapi belum tentu memiliki kondisi kesehatan yang sama secara jiwa. Kesehatan mental
adalah kemahiran individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam usaha
mendapatkan kebahagiaan ataupun ketentraman hidup sehingga terhindar dari gangguan
jiwa. Kesehatan mental seseorang akan berdampak pada aktifitas kesehariaannya
dimana dengan mental yang sehat individu dapat berkegiatan secara produktif,
memberikan kontribusi untuk komunitas, menggali potensi diri secara optimal dan
memiliki kemampuan mengatasi problematika kehidupan dengan baik. Hal ini sesuai
dengan definisi kesehatan mental itu sendiri yang dikeluarkan oleh World Health
Organization (WHO). Sedangkan yang dimaksud dengan masalah kesehatan mental
adalah serangkaian kondisi yang berdampak pada kesehatan mental. Saat ini, kondisi
kesehatan mental menjadi perhatian negara-negara global tidak terkecuali negara
Indonesia.
Isu kesehatan mental menjadi isu yang harus diperhatikan dan tidak boleh kita
kesampingkan karena berlandaskan data global di tahun 2019 yang dikeluarkan oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO), prevelensi gangguan mental di dunia mencapai 450
juta jiwa atau bisa dikatakan 1 dari 8 orang di dunia menderita gangguan kesehatan
mental. Di Indonesia sendiri berdasarkan Riset Kesehatan Nasional Indonesia, 3,7%
orang menderita depresi dari populasi 250 juta orang. Lembaga Matrik dan Evaluasi
Kesehatan juga menambahkan bahwa 20% anak-anak dan remaja bergelut dengan
masalah kesehatan mental. Data tersebut juga diperkuat oleh data terbaru yang
dikeluarkan oleh Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey di Tahun 2022
yang menunjukan bahwa 15,5 juta (34,9%) remaja mengalami masalah mental dan 2,45
juta (5,59%) remaja mengalami gangguan mental. Kondisi ini tentu saja sangat
mengkhawatirkan karena penderita ganguan mental didominasi oleh kalangan generasi
muda yang nantinya akan menjadi kunci untuk pembangunan bangsa.
Pemerintah tentu saja telah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah ini
salah satunya yaitu mengeluarkan UU No. 18 yang mengatur tentang kesehatan mental
dan pengobatan seseorang dengan penyakit mental. Tetapi sayangnya dari banyaknya
penderita gangguan mental di Indonesia, baru 2,6% yang mengakses layanan konseling
baik emosi ataupun perilaku. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti : 1)
stigma buruk masyarakat tentang kesehatan mental. Sampai saat ini kebanyakan
masyarakat masih memandang negatif para penderita gangguan mental sehingga dengan
stigma buruk tersebut penderita merasa malu bahkan enggan untuk meminta dan
mencari pertolongan. Mayoritas mayarakat acapkali memandang orang sakit jiwa sama
dengan orang gila. Tentu saja hal ini akan sangat menghambat implementasi regulasi
kesehatan mental di Indonesia. 2) Keterbatasan jumlah psikolog dan psikiater dimana
Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat hanya ada 600-800 psikiater di seluruh
Indonesia, artinya satu psikiater harus melayani sekitar 300 ribu – 400 ribu pasien. Hal
tersebut tentu saja sangat berbeda jauh dari standar WHO yang menetapkan standar
jumlah tenaga psikolog dan psikiater dengan jumlah penduduk adalah 1 : 30 ribu orang.
3) Kurangnya akses untuk layanan kesehatan mental. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
geografis Indonesia yang begitu luas. Kementerian Kesehatan Indonesia memaparkan
ada sekitar 45 rumah sakit jiwa yang tersebar di 34 provinsi dengan kondisi fasilitas dan
tenaga professional yang masih terbatas dan kurang memadai kebutuhan masyarakat.
Di era digital ini kegiatan interaksi berubah seratus delapan puluh derajat dimana
dengan kecanggihan teknologi, semua kegiatan interaksi bisa dilakukan secara mobile,
artinya perubahan ini menuntut cara-cara konvensional diubah menjadi cara-cara digital
atau bisa dikenal dengan sebutan screen culture. Generasi z adalah generasi pertama
yang tumbuh dengan ketersediaan konten on-demand dan dikelilingi oleh akses internet
sepanjang hidup mereka. Generasi z kini menjadi pusat mobilitas yang memprioritaskan
penggunaan layar kecil seluler dalam kegiatan kesehariannya. Menyesuaikan dengan
karakteristik generasi z yang tidak bisa lepas dari internet maka jawaban dari
permasalahan kesehatan mental di Indonesia khususnya dalam hal pelayanan bisa kita
alihkan dengan inovasi digital karena lebih efektif dan efisien baik itu dari segi waktu,
tenaga maupun biaya. Oleh karena itu, aplikasi BE-FINE hadir sebagai solusi dan
inovasi dalam rangka menjaga kesehatan mental bagi kalangan generasi z di era digital.
BE-FINE adalah inovasi layanan kesehatan mental berbasis digital yang bisa diakses
kapan pun dan dimana pun oleh semua kalangan khususnya oleh kalangan generasi z.
Inovasi ini merupakan sinergi bidang kesehatan dengan bidang teknologi yang sudah
melekat menjadi inti dari komunikasi saat ini. Hal ini disesuaikan dengan data di tahun
2023 yang dikeluarkan oleh Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) yang menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia semakin melonjak
tinggi yaitu ada 215,63 juta pengguna. Hal ini tentu saja menjadi peluang besar
penggunaan teknologi internet dalam meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan
mental di Indonesia. BE-FINE dirancang untuk memberikan bantuan klinis,
menghimpun akses layanan kesehatan mental yang terbatas oleh jarak dan
meningkatkan pencapaian hasil optimal pada kesehatan mental di kalangan generasi z.
Aplikasi BE-FINE akan menggabungkan beberapa konsep yang disesuaikan dengan
era screen culture yaitu dengan menggunaan konsep yang menekankan pada pendekatan
ilmu pengetahuan berbasis modern seperti big data, Artifikal Intelligence (AI), dan
Internet of Things (IoT). Internet of Things (IoT) akan mempermudah kita dalam
memperluas manfaat dari internet yang terkoneksi secara terus-menerus sehingga kita
bisa mentrasfer sebuah big data melalui jaringan tanpa harus melalui interaksi manusia
terlebih dahulu. Sementara itu, Artifikal Intelligence (AI) akan memiliki peran sebagai
mesin yang mampu menganalisa dan memutuskan tindakan selanjutnya dengan kadar
yang sudah ditetapkan sebelumnya. Maka, mengacu pada komponen-komponen tersebut
aplikasi BE-FINE akan berusaha mengoptimalkan fitur-fitur yang ada supaya bisa
memberikan pelayanan maksimal kepada para penggunanya. Beberapa fitur yang akan
diterapkan pada aplikasi BE-FINE yaitu :
• Fitur JUMPA KOSELOR
Fitur ini dirancang untuk para pengguna yang ingin melakukan konsultasi secara
online. Pengguna dapat berkomunikasi dengan konselor secara real time via mobile
tanpa harus bertatap muka secara langsung. Fitur ini menjadi jawaban dari ketimpangan
akses layanan kesehatan mental yang terkendala oleh faktor geografis khususnya untuk
pengguna di daerah-daerah terpelosok karena untuk melakukan konsultasi pengguna
tidak perlu pergi jauh-jauh sehingga akan lebih efektif dan efisien dari segi waktu,
tenaga maupun biaya.
Fitur JUMPA KONSELOR bisa dimanfaatkan pengguna untuk melakukan
pemeriksaan dini (screening) mengenai keadaan kesehatan mental mereka oleh tenaga
professional dan para ahli psikolog yang telah tersedia di aplikasi BE-FINE sehingga
diharapkan pengguna bisa merekognisi keadaan kejiwaan mereka dan bisa melanjukan
proses treatment yang lebih lanjut lagi. Hal ini sejalan dengan target pemerintah
mengenai kesehatan mental yang berubah haluan dari proses kuratif dan rehabilitatif
menjadi proses promotif dan preventif yang berfokus pada aksi pencegahan. Fitur ini
juga bisa dimanfaatkan oleh pengguna atau individu yang kurang bisa terbuka jika harus
bercerita secara langsung karena kerahasiaan identitas pengguna akan menjadi jaminan
di aplikasi BE-FINE sehingga pengguna bisa dengan lancar melakukan konsultasi
seterbuka mungkin tanpa harus ada yang ditutupi karena merasa takut atau pun malu.
• Fitur BILIK REMBUKAN
Fitur ini memungkinkan pengguna untuk bergabung dengan komunitas yang
memiliki minat dan ketertarikan yang sama khususnya hal-hal mengenai kesehatan
mental. Di fitur ini pengguna bisa berinteraksi satu sama lain dengan pengguna lainnya
selain itu pengguna bisa melakukan diskusi serta bertukar informasi di halaman
komunitas yang sudah disediakan. Fitur bilik rembukan juga dilengkapi dengan fitur
chatting menyesuaikan dengan karakteristik generasi z yang senang melakukan
percakapan melalui pesan online. Pengguna bisa mencurahkan perasaan mereka di sini
dan pengguna lain bisa saling menanggapi dan menyemangati sehingga individu yang
membutuhkan tempat cerita namun bingung harus pergi ke mana dan bercerita ke siapa,
maka fitur BILIK REMBUKAN ini lah jawabannya. Fitur ini akan membuat pengguna
merasa didengar dan meyakinkan pengguna bahwa mereka tidaklah sendirian.
• Fitur PSIKOEDUKASI
Fitur ini akan menggunakan beberapa konsep yaitu visual-based berupa artikel-
artikel mengenai kesehatan mental, audio-based berupa podcast yang bisa didengarkan
oleh pengguna dan kombinasi dari konsep keduanya yaitu video-based berupa non-
internet video yang bisa dinikmati langsung oleh pengguna. Fitur ini dirancang sebagai
wadah edukasi bagi para pengguna mengenai kesehatan mental sehingga pengguna bisa
mendapatkan banyak pengetahuan saat berselancar di fitur PSIKOEDUKASI ini.
Strategi implementasi aplikasi BE-FINE akan dilakukan melalui empat tahapan
yaitu : 1) tahap perancangan, 2) tahap pelaksanaan, 3) tahap sosialiasi, 4) dan tahap
evaluasi. Semua tahapan ini dilakukan untuk memastikan rancangan aplikasi BE-FINE
sesuai dengan perancangan yang sesuai dengan metode User Interface (berhubungan
dengan tampilan dan visualisasi), User Experience (berhubungan dnengan pengalaman
pengguna), dan Usability (berhubungan dengan kemudahan penggunaan).
Kesimpulannya BE-FINE merupakan inovasi mental health berbasis digital
dengan konsep collaborative yang disesuaikan dengan digitalisasi di era screen culture
dan menargetkan kalangan generasi z sebagai sasarannya. Diharapkan inovasi aplikasi
BE-FINE dapat menjadi solusi dalam memerangi prevelensi gangguan jiwa di Indonesia
dan mampu mewujudkan Sustainable Development Goals yang ketiga yakni good
health and well-being.
Rancangan akhir aplikasi BE-FINE.
0 comments:
Post a Comment