Ikhtiar Budaya – Menjadi Milenial yang Merdeka
Oleh Ilham Ilyasa
Kenapa orang Indonesia selalu mempromosikan batik, reog? Kok korupsi nggak? Padahal korupsilah budaya kita yang paling mahal. – sujiwo tejo.
Tiba-tiba saya mengingat sepenggal kalimat diatas dari seorang ahli pemusik, penulis, pelukis sekaligus seorang budayawan. Saya seperti ditarik untuk kembali merenungi sejauh mana sebuah bangsa dengan khazanah sejarah dan kebudayaannya yang besar dan sekaligus arti negara (dengan sistem formalnya yang mengikat sebagai warga) hadir ke diri masing-masing warga negaranya.
Ketika budaya yang besar hadir pada setiap kehidupan masyarakatnya, maka secara tidak langsung , setiap warga negara mempunyai tafsir berbeda-beda dan kadar intensitas penghayatan kepada negaranya ( indonesia) . Sebelum saya sampai pada ikhtiar budaya, pertama saya ingin menawarkan sebuah kesadaran dan pengetahuan . bukan pengetahuan dalam arti yang lebih ahli, akan tetapi, lebih pada proses belajar itu sendiri atas elemen-elemen (tradisi, budaya semua warisan baik berupa ide, falsafah hingga produk dan karya warisan tradisi masyarakat indonesia )
Dari tahun 2007 sampai 2012 , terjadi konflik antara indonesia dan negara tetangga yang serumpun yaitu malaysia. Konflik terjadi atas pengklaiman negara tetangga tersebut mengenai kebudayaan yang sebenarnya sudah mendarah daging bagi bangsa indonesia. Seperti wayang kulit dan reog. Konfik tersebut juga merupakan konflik yang panjang, karena baik itu diplomasi atau pun jalur penengahan masalah, tetap menyebabkan masyarakat kedua negara tersebut mengalami konflik berkepanjangan didadalam media massa ( sosial media ).
Tentunya itu hal yang terjadi dilalu. Dan siapapun berharap hal tersebut tidak terjadi lagi. Saat ini pun negara serumpun yaitu malaysia tetap bersahabat dengan negara indonesia, disamping konflik yang pernah terjadi dan kesamaan yang membuat keduanya seolah pudar oleh batas-batas.
Milenial !!!
Merupakan sebutan dari sebuah generasi ...
Sebut saja x, sebutan generasi muda kini yang menggambarkan bahwa generasi ini merupakan harapan bagi bangsa. juga menggambarkan sebaliknya. Alias generasi perubahan yang tak bisa diandalkan. Artinya, sejak awal penggambaran tersebut ada karena sebutan generasi milenial tidak hanya didominasi oleh perubahan baik, tapi juga yang lainnya. Akan tetapi, dalam hal ini, saya sebagai generasi muda ,generasi milenial, menawarkan sebuah penggambaran ketika perubahan lainnya yang tidak baik, dapat diarahkan pada perubahan besar yang baik.
Teknologi, informasi dan komuniksi serta perubahan besar lainnya . Mengikuti sebutan generasi ini. Berbagai macam bentuk perubahan baik telah mendukung aktivitas kita. Maka tentu harapan masyarakat besar pada generasi milenial adalah besar pula. Akan tetapi, pendukung perubahan yang besar diikuti oleh tantangan yang lebih besar. Karena apa, perubahan terbesar dunia, berawal ketika batas-batas negara seolah pudar. Apa yang menjadi penglihatan negara lain, bisa menjadi penglihatan kita juga. Apa yang mereka gunakan, juga bisa menjadi yang kita gunakan sehari-hari. Tidak hanya secara fisik, akan tetapi semua bentuk sikap dan perilaku juga bagian dari imitasi.
Ikhtiar Budaya , Menjadi Milenial yang Merdeka
Arti Ikhtiar budaya yang dimaksud adalah menguatkan kesadaran. Ikhtiar budaya ini harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membangun kesadaran generasi muda atas kebudayaan nasional. Ketika sebuah bangsa sudah dapat mempelajari, memahami, mengembangkan, serta memperkenalkan kebudayaannya dengan rasa bangga, kemerdekaan budaya yang sesungguhnya sudah dipraktikkan. Maka yang menjadi pertanyaan, siapakah yang akan mempraktikkannya?
Millenial ? ...
Terlalu dini untuk dijawab. Akan tetapi pergerakan harus sejak awal dibentuk ketika generasi tersebut muncul. Sejak generasi ini lahir dari kandung, maka sejak itulah dimasa depan ia telah mempunyai tugas pergerakan untuk hal tersebut. Bukan tanpa persiapan, leluhur, golongan tua, serta pejuang-pejuang bangsa telah memberikan perjuangannya kepada generasi-generasi muda. Ini bukan saaatnya bagi generasi yang tak bisa diandalkan ini menjadi bahan-bahan percobaan perubahan buruk. Mereka haruslah menjadi arah gerak dan agensi perubahan bangsa ini.
Konflik budaya berkepanjangan yang pernah terjadi, menunjukkan bahwa kebudayaan akan hidup dan bertahan bukan karena siapa yang pertama kali mendarah dagingkannya .akan tetapi,siapa yang berikhtiar untuk menjadikannya sebagai tulang putih bangsa. Maka ketika generasi saat ini tak bisa melakukannya, tidak menutup kemungkinan pula bahwa hal dimasa lalu akan terjadi lagi. Tak perlu konflik kebudayaan yang berkepanjangan. Karena apa, kemenangan berbudaya sudah ditentukan sejak awal. Mereka yang berikhtiar adalah penerus perubahan besar tersebut.
Entah sikap apa yang akan ditunjukkan oleh generasi nanti. Di sini fungsi merawat ideologi sangat penting guna membingkai imajinasi kebangsaan tetap terjaga dan utuh.Tidak menerima bahwa budaya bangsanya dicoret oleh negara lain, dan lainnya. juga harus tetap berpandangan lurus, disamping banyaknya informasi yang tidak benar. Jangan sampai nasionalisme membutakan. Karena nasionalisme sejatinya untuk membuka utuh secara luas berbagai macam tantangan bangsa yang tidak kita ketahui.
Sudah saatnya, generasi milenial menyadari bahwa mereka adalah generasi yang telah merdeka. Sudah saatnya generasi ini melek terhadap permasalahan – permasalahan bangsa. Bukan merdeka dalam tempurung. Tejebak dengan kenyamanan teknologi dan kemajuan. Padahal , hal tersebut ditujukan agar mereka merdeka dari kesulitan dan menjadi agen perubahan bangsa ini. Menjadi penggiring bagi kekuasaan. Membersihkan panggung kekuasaan yang kotor akan korupsi. Dan korupsi merupakan bentuk bahwa kita telah mendarah dagingkannya kedalam bangsa ini.
Percayalah. Langkah generasi setiap anak muda akan menjadi pendobrak bangsa ini jika dilakukan bersama-sama. Tidak hanya teknologi dan kemajuan, tapi generasi muda membutuhkan pemahaman mendalam mengenai bangsanya. Generasi kita sejak awal telah merdeka. Akan tetapi bangsa ini perlahan akan dikuasai asing karena ketidakpahaman generasi muda terhadap bangsanya sendiri.
Terkadang hal ini tidak luput dari kurangnya literasi mengenai budaya bangsa sendiri. budaya masih saja diartikan pada sesuatu yang kuno, mengkikuti tradisi upacara, dan lainnya. Padahal budaya tidak sekecil itu.Perilaku, sikap, dan adab dan semua tata aturan yang mengikat masyarakat juga merupakan bagian terpenting dalam berbudaya yang sudah hampir terlihat pudar di zaman sekarang.
Akhirnya , segala sesuatu yang terbebaskan oleh kesulitan dizaman dulu, termasuk masyarakat dan perubahnnya, mengharapkan generasi muda dapat membawa perubahan pada bangsa menjadi lebih baik. Akan tetapi, tolak ukur baik itulah yang harus dibenahi penggerak kekuasaan atau pun generasi muda dalam menjalankan perannya. Karena perubahan dan peradaban besar bukan hanya tentang kemajuan teknologi atau pun bangunan-bangunan megah secara fisik, akan tetapi tentang membangun manusianya, dengan komunikasi, aturan, nilai serta adab. Ini adalah tantangan terbesar generasi muda dalam membawa perubahan dengan kebudayaan bangsa yang besar.
0 comments:
Post a Comment