TEORI KOMUNIKASI ORGANISASI
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan
penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal
dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi
yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi
kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi,
produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi.
Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi.
Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial.
Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara
individual.
Organisasi dan komunikasi
Istilah organisasi berasal dari bahasa
Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang
satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut
paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication
in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari
mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang
kepangkatan, dan pembagian tugas.
Robert Bonnington dalam buku Modern
Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana
manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola
struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan
organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia
yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi
mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode
dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya,
faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya
menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan
jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan
memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi
komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
Fungsi informatif. Organisasi dapat
dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota
dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak,
lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota
organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang
dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan
organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan
karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di
samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan
kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan
dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua
hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan
orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki
kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi
perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana
semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu
organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih
suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan
yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang
lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
Fungsi integratif. Setiap organisasi
berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat
melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang
dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti
penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan
kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar
pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan
darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk
berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Griffin (2003) dalam A First Look at
Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management
klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan
efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai
berikut:
kesatuan komando- suatu karyawan hanya
menerima pesan dari satu atasan
rantai skalar- garis otoritas dari atasan
ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai
ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai
suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
divisi pekerjaan- manegement perlu arahan
untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai
sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
tanggung jawab dan otoritas- perhatian
harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu
ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
disiplin- ketaatan, aplikasi, energi,
perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan
disetujui.
mengebawahkan kepentingan individu dari
kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan
terus-menerus.
Selanjutnya, Griffin menyadur tiga
pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor
pendekatan sistem informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai komando
komunikasi, prosedur operasi standar merupakan mungsuh dari inovasi. Ia melihat
organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi
kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup.
Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui
pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan
bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak
kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika
dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada
komunikasi dari pada aturan-aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian
mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi karena ia menggunakan komunikasi
sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk
memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan
pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang
diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah
ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan
kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak
sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk
mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai
proses evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses:
penentuan (enachment)à seleksi (selection)à
penyimpanan (retention)
Penentuan adalah pendefinisian situasi,
atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian
pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini
memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak
aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan
menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi.
Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal.
Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan
pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam
kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya
organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota
organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan. Yaitu menjawab
pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah
kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?”
Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin
membuat anda mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses pengorganisasian
ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi;
penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-subkelompok individual
dalam organisasi terus menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini
untuk menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen
tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari
proses-proses organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian
setiap saat. Pendek kata di dalam organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan
perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai
pemahaman tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang
ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh
aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan
untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau
penyimpanan).
Demikianlah pembahasan tentang
konsep-konsep dasar dari teori Weick, yaitu: lingkungan; ketidakjelasan;
penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah pemilihan; siklus perilaku; dan
aturan-aturan berkumpul, yang semuanya memberi kontribusi pada pengurangan
ketidakjelasan.
2. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi
simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada
pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari
antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang
melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi
dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of
live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya
dari budaya-budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif
lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah
organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi
dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang
berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi
juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas
”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling
membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut.
Pendekatan ini mengkaji cara
individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan
tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat
pemahaman.
3. Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah
seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan
perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan
kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas
kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme.
Bahasa adalah medium utama dimana realitas
sosial diproduksi dan direproduksi.
Manajer dapat menciptakan kesehatan
organisasi dan nilai-nilai demokrasi dengan mengkoordinasikan partisipasi
stakeholder dalam keputusan-keputusan korporat.
Daftar Pustaka
Em Griffin, 2003, A First Look at
Communication Theory, McGrraw-Hill Companies
Sendjaja, 1994, Teori-Teori Komunikasi,
Universitas Terbuka
http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-organisasi.html